MUHAMMADIYAH
DAERAH KOTA DEPOK
Muhammadiyah di
Depok secara administratif telah berdiri sejak diresmikannya Cabang
Muhammadiyah Depok, pada tanggal 30 September 1961. Tanggal tersebut
berdasarkan surat pengesahan dari Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah Yogyakarta
dengan Surat Keputusan (SK) Nomor: 1514/A, tanggal 19 Rabiulawal 1381 Hijriyah
bertepatan dengan tanggal 30 September 1961 Miladiyah. Depok
ketika itu adalah sebuah wilayah kecamatan yang cukup luas yang
wilayahnya meliputi Depok lama, Pancoranmas, Sukmajaya, Beji, sampai Bojonggede.
Kecamatan Depok pada waktu itu berada di bawah kordinasi pemerintahan Daerah
Tingkat II Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Sarana transportasi ketika itu masih sangat jauh dari memadai. Masih sangat sedikit jalan yang berbatu apalagi beraspal. Hubungan antar desa hanya dihubungkan oleh jalan tanah yang rusak disana-sini dan pada musim hujan becek serta licin, sehingga kalau kurang hati-hati akan menyebabkan kita jatuh terpeleset. Alat transportasi yang menghubungkan Depok dengan kota Jakarta dan Bogor yang sangat berperan saat itu adalah kereta api. Hubungan antara desa dilalui dengan sepeda atau jalan kaki. Kendaraan berupa mobil dan sepeda motor pada waktu itu masih tergolong langka. Jalan Margonda yang menghubungkan antara kecamatan Depok dan kecamatan Pasarminggu masih parah. Pada waktu musim kemarau kotor dan berdebu. Di musim hujan becek dan berlumpur. Bahkan penggal jalan antara Pondokcina dan kecamatan Depok seperti kubangan kerbau dan sangat sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.
Sarana transportasi ketika itu masih sangat jauh dari memadai. Masih sangat sedikit jalan yang berbatu apalagi beraspal. Hubungan antar desa hanya dihubungkan oleh jalan tanah yang rusak disana-sini dan pada musim hujan becek serta licin, sehingga kalau kurang hati-hati akan menyebabkan kita jatuh terpeleset. Alat transportasi yang menghubungkan Depok dengan kota Jakarta dan Bogor yang sangat berperan saat itu adalah kereta api. Hubungan antara desa dilalui dengan sepeda atau jalan kaki. Kendaraan berupa mobil dan sepeda motor pada waktu itu masih tergolong langka. Jalan Margonda yang menghubungkan antara kecamatan Depok dan kecamatan Pasarminggu masih parah. Pada waktu musim kemarau kotor dan berdebu. Di musim hujan becek dan berlumpur. Bahkan penggal jalan antara Pondokcina dan kecamatan Depok seperti kubangan kerbau dan sangat sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.
Kalau
anda ingin berkunjung ke Depok pada sekitar enam puluhan dan maksud ingin
menemui Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok dengan menumpang kereta api,
janganlah anda turun di stasion Depok (Depok lama), karena dari sana anda harus
berjalan kaki tidak kurang dari 6 km. Tapi turunlah di stasion Pondokcina
(sebelah utara stasion Depok), dan disini anda mulai menjumpai denyut nadi dan
sinar kerlipan Muhammadiyah. Tidak jauh dari stasion kereta api Pondokcina,
berdiri sebuah perguruan Muhammadiyah yang sederhana. Dinding bagian bawahnya
terdiri dari batu bata dan dinding bagian atasnya terbuat dari papan nama
“Perguruan Muhammadiyah Cabang Depok” nampak mencolok dan sangat jelas dari
kereta api yang anda tumpangi.
Berjalanlah
kearah barat, setelah melewati
perkebunan karet dan persawahan yang cukup luas dan sepi, anda akan tiba di
sebuah kampung yang bernama Kukusan. Di kampung Kukusan inilah Muhammadiyah
Cabang Depok bermarkas—meskipun tanpa kantor dan sarana penunjang lainnya—di
sebuah kampung kecil yang sunyi dari keramaian. Dari Kukusan inilah
Muhammadiyah mulai mengepakkan sayapnya yang kecil dengan kegigihan dan
ketekunan dari para pemimpinnya. Diawali dengan berdirinya Muhammadiyah Ranting
Kukusan, kemudian berdiri ranting-ranting di Serengseng (Beji Timur), dan di
Bojong Pondokcina. Serengseng adalah sebuah kampung yang terletak di sebelah
barat stasion kereta api Pondokcina. Sekitar tahun 1979, penduduk kampung ini
dipindahkan ke lokasi yang baru yaitu Kapling Beji Timur, yang sebelumnya
merupakan perkebunan karet yang cukup luas. Sedangkan lokasi Serengseng dan
kampung-kampung berada di sekitarnya digunakan untuk pembangunan kampus
Universitas Indonesia.
Kini
Depok telah berkembang pesat. Jalan-jalan beraspal berbentang di pusat-pusat
kota, bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Di sepanjang jalan raya Margonda
berdiri gedung-gedung mewah dan megah berupa kantor-kantor, bank-bank, show
room dan lain-lain. Bahkan hotel serta mal dan gedung-gedung pusat perbelanjaan
yang megah dan modern telah hadir di sana. Dalam kurun waktu beberapa dasawarsa
ini Depok bagai disulap dengan lampu aladin. Dari perkampungan kumuh yang sulit
dijangkau kendaraan roda empat, menjadi daerah perkotaan yang megah dan modern.
Kemacetan lalu lintas menjadi menu sehari-hari yang hingga saat ini belum
teratasi.
Awal Masuknya Faham Muhammadiyah
Muhammadiyah
masuk ke Depok dirintis oleh seorang pemuda yang bernama Usman, seorang
penduduk asli Kukusan yang dilahirkan pada 6 Juni 1918. Nama lengkapnya adalah
Mutholib Usman, dan biasa ditulis dengan singkatan M. Usman Tetapi masyarakat
lebih mengenalnya dengan panggilan Mualim Usman. Keadaan masyarakat
Depok dan sekitarnya pada masa itu diliputi dengan suasana yang sangat tidak
menguntungkan bagi perkembangan dakwah Islam. Perbuatan maksiat, tipu menipu,
dan perjudian seakan merupakan perbuatan yang rutin. Tahayul, bid’ah dan
khurafat yang cenderung merusak aqidah, merajalela dimana-mana.
Bermula
pada 2 April 1942, Mutholib Usman dipercayakan memimpin sebuah madrasah di
Kukusan. Sebetulnya Usman pernah mengajar di madrasah tersebut beberapa tahun
sebelumnya. Tetapi karena terjadinya kemelut internal di madrasah tersebut,
Usman sempat dikeluarkan sebagai tenaga pengajar. Usman sempat mengembara ke
Jakarta dan berusaha menyambung hidup dengan berdagang es. Sesekali ia membantu
kakak iparnya sebagai tukang foto keliling. Pada waktu senggang dimanfaatkan
untuk mencari tambahan belanja dengan menjadi tukang cukur rambut.
Adapun
latar belakang berdirinya madrasah tersebut dapat kita lihat beberapa kejadian
sebelumnya, yang sempat mewarnai kampung Kukusan yang sepi itu. Sekitar tahun
1931, karena politik ‘devide et impera’ (politik pecah belah) yang dilancarkan
oleh penjajah Belanda, masyarakat kampung Kukusan pun pernah mengalami
masa-masa perpecahan yang cukup serius. Perpecahan itu diawali dengan tidak
diperkenankannya H. Mustofa, tokoh masyarakat di Kukusan sebelah kulon (barat)
menjadi imam dan khatib di masjid satu-satunya yang ada di Kukusan.Akibatnya
tokoh tersebut bermusyawarah dengan pendukung-pendukungnya dan berhasil
mendirikan sebuah masjid baru di Kukusan sebelah barat.Dengan demikian Kukusan
memiliki dua buah masjid, satu di Kukusan wetan (timur) dibawah pimpinan Haji
Mahmud, dan satu lagi masjid baru di Kukusan sebelah kulon (barat) di bawah pimpinan Haji
Mustofa. Untuk memakmurkan masjid yang baru tersebut, Mustofa memanggil
seorang guru dari jakarta bernama Dahlan Rowi.
Perkembangan
masjid yang baru itu cukup menggembirakan. Beberapa tahun kemudian didirikan
sebuah madrasah. Dahlan Rowi ditugaskan untuk mencari seorang guru yaitu Syu’aib
Wahidi, yang kemudian ditunjuk sebagai guru kepala atau kepala
madrasah. Belum sampai setahun Syu’aib memimpin madrasah, iapun kembali ke
Jakarta dan kawin disana. Bengkalai tugas yang ditinggalkan Syuaib, dilanjutkan
oleh murid dan sekaligus sahabatnya bernama Mutholib Usman. Dibelakang hari
Syuaib tinggal di daerah Cipedak Jakarta Selatan yang letaknya tidak jauh dari
kampung Kukusan. Disana beliau mendirikan madrasah dan membentuk ranting
Muhammadiyah Cipedak.
Melihat
madrasah mulai berkembang, dahlan Rowi mendatangkan adiknya dari Jakarta
bernama Ali Nahrawi yang kemudian mengambil alih kendali madrasah yang semula
dipegang oleh Usman. Usman tersingkir dan terpaksa hengkang ke Jakarta, menyambung hidup untuk membiayai
keluarganya. Tetapi di tangan Ali
Nahrawi madrasah mengalami kemunduran dan kemudian bubar. Pengurus madrasah
kemudian memanggil Usman kembali ke Kukusan untuk memimpin madrasah. Dengan
susah payah, ia berusaha membangun kembali madrasah yang telah hancur itu, dan
berhasil mendapatkan murid sebanyak sebelas orang. Peristiwa itu terjadi pada
tanggal 12 April 1942.
Perkenalannya
dengan Syuaib, menyebabkan Uslam mulai mengenal faham agama yang digerakkan
oleh persyarikatan Muhammadiyah. Ketika tinggal di Jkarta kerapkali ia mengikuti
pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Group Tanah Abang.
Ditahun-tahun berikutnya ia mulai berkenalan dengan pemimpin-pemimpin
Muhammadiyah jakarta. Jiwanya yang selalu haus untuk mencari ilmu pengetahuan,
semakin tertarik dengan ajaran-ajaran Islam yang digerakkan oleh persyarikatan
Muhammadiyah. Usman jatuh cinta pada organisasi yang didirikan oleh Kyai Ahmad
Dahlan itu. Pada tahun 1938 – dalam usia 20 tahun – Usman resmi menjadi anggota
Muhammadiyahb Grup Tanah Abang. Ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke 32
di Purwokerto pada tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadirannya di
arena Kongres Muhammadiyah ke 32 tersebut menyebabkab ia lebih mengenal lagi
persyarikatan yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta
itu. Sepulangnya dari Kongres, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1953 ia mendirikan
ranting Muhammadiyah di Kukusan dan sekaligus menjadi Ketuanya yang pertama.
Ranting Kukusan – yang pada waktu itu disebut Ranting Kukusan Pondokcina –
merupakan bagian dari Grup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta. Banyak halangan
dan rintangan yang dihadapi pada awal berdirinya Muhammadiyah di Kukusan dan
sekitarnya. Muhammadiyah dituduh Wahabi, kafir, maling qunut, tukang
robah-robah agama dan sebagainya. Tetapi semua tuduhan dan ejekan itu dihadapi
dengan senyuman dan amal karya nyata, sehingga tidak terjadi keributan fisik
atau benturan fisik. Disinilah sifat dan kepemimpinan Usman teruji. Pribadinya
yang santun dan tidak konfrontatif, menyebabkan sebagian lawan-lawan yang
memusuhinya, berbalik menjadi pendukungnya yang setia.
Perlu
dicatat, bahwa sebelum menjadi ketua Ranting Muhammadiyah, Mutholib Usman
pernah menjadi Ketua Partai Poklitik Islam Masyumi ranting Kukusan Pondokcina (Maret
1950), Ketua Masyumi Anak cabang Depok (September 1950) dan menjadi anggota
PGII (Januari 1951). Pada waktu Pemilu 1955 menjadi Wakil Ketua PPS tingkat
Kecamatan Depok. Selain Mutholib Usman, tokoh-tokoh yang pernah memimpin
Muhammadiyah ranting Kukusan adalah: Muhammad Kirin, dan Haji Muhammid.
Sekarang – periode 2000-2005 – ranting Muhammadiyah yang kemudian diberi nama
Ranting Kukusan I itu, dipimpin oleh Muhayar AM sebagai Ketua, dan
Sekretaris Zaini Ismail.
Ranting
Muhammadiyah Kukusan terus berkembang. Pada tahun 1988, ranting Muhammadiyah
Kukusan dimekarkan menjadi 2 (dua) ranting yaitu ranting Kukusan II dan ranting
Kukusan II. Ranting Kukusan II dipimpin oleh H. Minin dan setelah
beliau wafat digantikan oleh H. Ardja HM sebagai Ketua dan Naman
Suryadi sebagai Sekretaris.
Berdirinya Cabang Muhammadiyah Depok
Sebagai ketua
ranting Muhammadiyah Kukusan, Mutholib Usman aktif mengisi pengajian-pengajian
di berbagai tempat di desa Kukusan dan kampung-kampung sekitarnya. Dari
pengajian-pengajian yang dipimpinnya itu, dan dengan dukungan tokoh-tokoh
masyarakat disana, berdirilah Muhammadiyah di Serengseng dan Bojong Pondokcina.
Serengseng adalah cikal bakal dari ranting Muhammadiyah yang sekarang berada di
Beji Timur. Beberapa tokoh yang mendukung dan mensponsori kegiatan Muhammadiyah
di Serengseng dan Bojong Pondokcina antara lain: H. Abdul Hamid, Asmit, Ibu
Emin, Maisyuroh, H. Madalih, H. Yahya Nuih, H. Aliyas, dan lain-lain.
Perlahan-lahan tapi mantap, Muhammadiyah di Depok mulai dikenal orang. Nama
Usman identik dengan Muhammadiyah, sehingga semua pengajian-pengajian yang dipimpinnya
dikenal orang sebagai pengajian Muhammadiyah.
Di awal tahun
1956, di Kecamatan Depok ada pergantian camat. Camat yang baru itu bernama
Bapak Kamaludin, orang Muhammadiyah yang berasal dari Jasinga. Muhammadiyah di
Depok seakan-akan mendapat suntikan baru. Dengan upaya keras kedua beliau –
Mutolib Usman dan Pak Kamaludin – beberapa tahun kemudian berdirilah
Muhammadiyah Cabang Depok. Peristiwa itu disaksikan oleh Konsul Muhammadiyah
Daerah Bogor, Kamil Yamil, bertempat di kantor Kecamatan Depok. Muhammadiyah
Cabang Depok pada waktu itu baru memiliki dua ranting, yaitu ranting Kukusan
dan ranting Serengseng-Pondokcina. Adapun susunan pengurus Muhammadiyah periode
awal itu adalah sebagai berikut:
Ketua : Kamaludin (Camat
Depok)
Wakil Ketua : Mutolib Usman
Sekretaris : Rainan (Juru Tulis Camat
Depok)
Bendahara : M. Nasir
Komisaris : Abdul Kholok (Opas Camat
Depok)
Sayang
Pak Kamaludin tidak lama bertugas di Depok, karena tak lama kemudian beliau
ditugaskan ke tempat lain. Dengan demikian di tangan Mutolib Usman lah terletak
maju mundurnya Muhammadiyah Cabang Depok yang sudah diideklarasikan itu.
Muhammadiyah
Cabang Depok selanjutnya berkedudukan di Kukusan, dan mendapat surat pengesahan
dari Pengurus Besar Muhammadiyah dengan Surat Keputusan (SK) Nomor: 1514/A
tanggal : 19 Rabiulawal 1381 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 30 September
1961 Miladiyah. Selama beberapa periode Muhammadiyah Cabang Depok diketuai oleh
Mutolib Usman yang lebih populer dengan nama K. H. M. Usman, dengan sekretaris
Mochammad Nuch. Adapun personalia Pimpinan Cabang Muhammadiyah periode
berikutnya adalah:
Ketua : H. M. Usman
Wakil
Ketua : H. M. Syamsuddin
Sekretaris : Mochammad Nuch
Wakil
Sekretaris : Nawawi
Bendahara : H. Muhammid
Anggota-anggota : H. M. Awab Usman, Wazir Nuri, Muh.
Muslim,
Kastubi, Zaenal Abidin dan M. Achmadi Yusuf
Ketika
Muchammad Nuch diangkat sebagai Kepala Desa Kukusan, Sekretaris PCM Depok
dipercayakan kepada Zaenal Abidin, BA dan Drs. Achmadi Yusuf. Dari kalangan
ibu-ibu, tokoh yang mempunyai andil besar dalam mengembangkan Muhammadiyah dan
Aisyiyah Cabang Depok, antara lain Hj. Umi Kulsum.
Muhammadiyah
Cabang Depok barada di bawah kordinasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kodya/
Kabupaten Bogor Wilayah Jawa Barat. Ketika itu Cabang Muhammadiyah Depok
mempunyai sebelas buah ranting yaitu: Ranting Kukusan, Ranting Beji Timur,
Ranting Pondokcina, Ranting Rawadenok, Ranting Pulo, Ranting Cipayung, Ranting
Parungbingung, Ranting Meruyung, Ranting Depok Baru dan Ranting Kampung Baru.
Di Depok lama pernah berdiri sebuah ranting yaitu Ranting Pancoran Mas yang
disponsori oleh Amang Rasyidin. Pada periode berikutnya kendali pimpinan
ranting dipegang oleh Madalih dan H. Lutfi J.K. Perkembangan selanjutnya,
ranting Pancoranmas itu lebih dikenal dengan nama ranting Jemblongan, yang
diketuai oleh H. Kastubi, BA. Disetiap ranting yang berdiri, pada umumnya
diikuti dengan berdirinya organisasi otonom Muhammadiyah, yaitu Aisyiyah,
Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Nasyiatul Aisyiyah
(NA).
Salah
satu kegiatan rutin yang dilaksanakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok
dibawah Pimpinan K. H. M. Usman, adalah kegiatan turni / kunjungan Pimpinan
Cabang ke ranting-ranting. Setiap Ramadhan kegiatan tersebut selalu dilaksanakan,
sekalipun lokasi ranting-ranting yang ada waktu itu sulit dijangkau. Sarana
transportasi di Depok pada waktu itu masih sangat kurang. Jalan-jalan yang ada
disekitar Depok – terutama jalan-jalan yang menghubungkan antara
ranting-ranting Muhammadiyah – adalah jalan tanah, yang pada waktu musim hujan
jalan sangat becek dan licin. Seringkali kegiatan turni itu dilaksanakan dengan
naik sepeda atau berjalan kaki, menempuh jarak puluhan kilometer. Silaturahmi
antar warga Muhammadiyah yang tersebar di ranting-ranting ketika itu sangat
erat. Acapkali pengajian warga Muhammadiyah di satu ranting diikuti oleh
ranting-ranting lainnya, sekalipun mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh
itu dengan berjalan kaki atau bersepeda. Tidak sedikit halangan dan rintangan
yang dihadapi. Ketika akan diadakan shalat ied di ranting Serengseng misalnya,
sehingga pelaksanaan shalat terpaksa dipindahkan. Tetapi semua halangan dan
rintangan itu dihadapi oleh segenap warga Muhammadiyah dengan lapang dada.
Semboyan warga Muhammadiyah ketika itu sering didendangkan dalam nyanyian:
“dipalu makin maju, diarit makin bangkkit, diganyang semakin berkembang”.
Muhammdiyah Cabang Beji
Seiring dengan
pemekaran Muhammadiyah Cabang Depok menjadi Daerah, maka ranting-ranting yang
semula dibawah kordinasi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok, dimekarkan dua
Cabang, yaitu Cabang Beji Dan Cabang Depok Barat. Pada periode 2010-2015 Cabang
Beji diketuai oleh H. Idrus Yahya dan sekretaris Drs. Nasrudin.
Tokoh-tokoh
lain yang banyak berperan dalam upaya mengembangkan Muhammadiyah cabang Beji
antara lain : H. Muhammid dan H. Muhammad K. Keduanya telah dipanggil Allah
ke-Hadirat-Nya beberapa tahun yang lalu. Semoga Allah SWT menerima segala
ibadahnya, dan diampuni segala dosa dan kesalahannya. Amien.
Personalia
selengkapnya Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok periode 2010-2015 adalah
sebagai berikut:
Ketua : H. Idrus
Yahya
Wk.
Ketua I : .
Wk.
Ketua II :
Sekretaris : Drs Nasrudin
Wk.
Sekretaris I : Abd.
Mutholib Yusuf
Bendahara :
Wk.
Bendahara :
Bagian-bagian :
1.
Dikdasmen :
2.
Tabligh & Da’wah :
3.
Wakaf/Kehartabendaan :
4.
MPK dan SDI :
Cabang Beji
mempunyai lima buah ranting, yaitu: ranting Kukusan I, ranting Kukusan II,
ranting Beji Timur, ranting Pondokcina dan ranting Beji. Amal Usaha
Muhammadiyah di Cabang Beji, tersebar di ranting-ranting dengan perincian
sebagai berikut:
Ranting Beji
yang dipimpin oleh H. Muhammad Shaleh dan Sekretaris memiliki amal usaha:
1. 1 (satu) buah
masjid
2. Tanah seluas
350 M2
Jadi sampai saat
ini Muhammadiyah Beji telah mempunyai amal usaha berupa 6 buah masjid, 1
Madrasah Tsanawiyah, 1 buah Sekolah Menengah Pertama (SMP), 1 buah Sekolah
Menengah Atas (SMA), 2 buah Madrasah Ibtidaiyah (MI), 2 buah Sekolah Dasar
(SD), 3 buah Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal yang dikelola oleh ‘Aisyiyah dan
kurang lebih 20 buah musholla. Luas tanah yang dimiliki Cabang Muhammadiyah
Beji seluas 23.462 M2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar